Jumat, 25 Maret 2011

SOSIALISASI vs DISEMINASI

Beberapa pekan yang lalu seseorang pernah bertanya kepada saya dimana pertanyaan itu pada dasarnya adalah apakah kegiatan In House Training kepada pegawai kantor, atas segala biaya yang dikeluarkan dalam penyelenggaraannya bisa dibebankan kepada anggaran kantor. Yang pertama terpikirkan oleh saya atas pertanyaan ini adalah bukan esensi dari pertanyaan itu sendiri. Sebenarnya pertanyaan ini pada intinya hanya butuh jawaban “ya” atau “tidak”, itu saja. Akan tetapi, pertanyaan ini malah membuat saya sekejap kembali mengingat pada pernyataan pimpinan di kantor lebih dari satu tahun yang lalu.

SOSIALISASI vs DISEMINASI

Seorang pimpinan di kantor pernah menyampaikan bahwa kata “sosialisasi” yang selama ini kerap kita gunakan - untuk menunjuk pada suatu kegiatan yang bertujuan untuk menyampaikan sesuatu kepada khalayak banyak – adalah kurang tepat digunakan. Menurut beliau, pilihan kata yang seharusnya lebih tepat untuk digunakan adalah “diseminasi”. Untuk dapat lebih memantapkan keyakinan, saya coba mencari beberapa referensi tentang kata sosialisasi dan diseminasi.

Rabu, 23 Maret 2011

Ecouter..

MENDENGAR..

Terkadang terdapat suatu keadaan dimana dalam suatu organisasi (bisa formal maupun informal), pemimpin lebih meminta untuk didengar oleh mereka-mereka yang dipimpinnya (selanjutnya baca: pihak terpimpin), bukannya malah mendengar. Hal ini bisa berdampak buruk karena bisa menimbulkan suatu kondisi yang bisa disebut dengan undiscussable. Komunikasi dua arah dalam organisasi tidak berjalan sebagaimana mestinya, karena hanya terdapat informasi yang berjalan secara top down saja. Dampak selanjutnya bisa saja terjadi demotivasi, atau separah parahnya kaburnya para pihak terpimpin ke tempat lain yang bisa memberinya ruang kenyamanan dalam bekerja dan menjadi bagian dari suatu organisasi. Sudah sewajarnya pihak terpimpin ini juga punya keinginan untuk didengar, diapresiasi oleh pemimpinnya. Pada keadaan yang normal, dengan adanya apresiasi, mereka selanjutnya pasti akan memberikan segala yang terbaik yang dimilikinya untuk organisasi tersebut. Apalagi kalau sudah ditambah lagi dengan adanya keterikatan jiwa terhadap organisasi, maka pasti akan lebih luar biasa hasil yang didapat/output yang diberikan terhadap organisasi.

Dalam berbagai buku kepemimpinan, banyak disebutkan tentang pentingnya kemampuan MENDENGAR bagi mereka yang hendak menjadi pemimpin. Dengan menyediakan telinga kita untuk mendengar yang disertai kesadaran penuh untuk berempati dan menekan ego sebagai pemimpin, seorang pemimpin akan mendapatkan banyak manfaat. Berikut manfaat-manfaat tersebut:

1. Menunjukkan penghormatan terhadap orang lain, dalam hal ini pihak terpimpin. Sebagaimana sudah sering kita dengarkan nasihat, “Kalau ingin orang lain hormat terhadap diri kita, hormati juga orang lain”. Rasanya akan lebih mudah dalam mendirect orang lain ketika orang lain itu sudah menaruh respect terhadap dirinya sebagai pemimpin, sehingga orang-orang tersebut secara sukarela dan sadar melakukan apa yang diminta pemimpinnya.
2. Lebih mudah menarik simpati orang lain. Seorang pemimpin harus bisa bekerja melalui tangan orang lain untuk dapat meraih tujuan organisasi. Sama halnya dengan poin nomor 1, pihak terpimpin seakan terhipnotis untuk bekerja sesuai apa yang diminta pemimpinnya bila telah muncul rasa simpati dalam dirinya. Saat rasa simpati telah muncul, dampak ikutannaya adalah munculnya hubungan yang lebih kuat dan mendalam antara pemimpin dengan mereka yang dipimpinnya. Ini karena pihak terpimpin merasa kebutuhannya untuk setidaknya didengar telah terpenuhi.
3. Meningkatnya pengetahuan. Apalagi dalam organisasi yang sangat besar dimana terdapat tingkatan/level yang cukup jauh antara pimpinan puncak dengan level akar rumput. Dalam kondisi seperti ini pemimpin puncak sangat butuh informasi terkait jalannya organisasi yang tidak mungkin didapatnya dengan mencari tahu/melihat/memantau secara langsung,, sendirian pula. Dibutuhkan masukan dari tingkatan pemimpin di bawahnya yang hanya bisa didapatnya dengan mendengar.
4. Terciptanya ide-ide baru. Masukan dari orang lain, apalagi dari pihak-pihak terpimpin yang notabene merupakan tulang punggung utama berjalannya organisasi bisa menjadi sebab munculnya inovasi.
5. Meningkatnya loyalitas dari pihak terpimpin terhadap pemimpinnya. Penjelasan yang sama kurang lebih dengan poin nomor 1.

Catatan:

Manfaat-manfaat di atas bisa jadi hanya berupa catatan di atas kertas semata apabila kemampuan mendengar tidak diikuti dengan kemampuan dan kemauan untuk taking an action dari para pemimpin. Khususnya menggarisbawahi pada poin 3 di atas, jangan sampai over of input, but then there’s no output..hehe..Tambahan lagi, pemimpin beda dengan pimpinan..Klo dalam bahasa Inggris pemimpin kan Leader, sedangkan kepemimpinan diterjemahkan dari Leadership. Klo kepepimpinan apaan ya?, Bossship kali ya…J

Dans la nuit de Dimanche a Lundi..

19 Fevrier..

Kwitang Village..

Dampak membaca salah satu artikel di Suplemen Bisnis Indonesia..Dengan pengurangan disana sini, dan penambahan seperlunya..

Selasa, 15 Maret 2011

Abis Baca Buku Golongan Darah


Alhamdulillah wa Syukurillah kita masih diberikan nikmat kesehatan sampai dengan saat ini. Betapa berharganya nikmat kesehatan ini, betapa mahalnya sehat yang kita miliki. Kita mungkin akan benar-benar baru bisa mengerti berapa sih harga dari sehat yang kita punya ketika telah ada penyakit yang mengendap dalam raga kita. Jadi, simpulan awalnya ya kita tidak perlu merasakan dulu gimana rasanya jadi orang yang “penyakitan” untuk bisa tahu betapa berartinya kesehatan. Selanjutnya ya tak ada lagi hal lain yang bisa kita upayakan selain mencegah sakit itu datang, menjaga karunia Allah SWT berupa kesehatan itu.    
Beberapa waktu yang lalu ketika keadaan mengharuskan saya mengunjungi seorang dokter umum, saya berkeluh kesah tentang apa yang saya rasakan. Beruntungnya saya, pak dokter mau meluangkan waktunya untuk mendengarkan saya karena memang juga kebetulan saya datang pada antrian pasien terakhir malam itu. Sangkaan saya dokter ini pasti melakukan hal yang sama terhadap semua pasien yang datang ke tempat praktiknya. Tidak seperti dokter-dokter di  Jakarta, yang menurut sebuah tulisan yang pernah saya baca (saya lupa di Koran, majalah, atau internet) bahwa dokter-dokter itu tak ubahnya Sales Obat - pasien datang, dengar keluhannya, ambil obat, suruh bayar -, terkesan kejar setoran.
Salah satu hasil percakapan dengan pak dokter yang masih saya ingat yaitu bahwa saya dilarang makan ini, makan itu,karena golongan darah yang saya punyai. Saya tidak terlalu kaget karena beliau bukanlah yang pertama kali mengingatkan saya perihal ini. Sebelumnya dokter di poliklinik kantor lama juga pernah menyampaikan hal yang sama ketika sesekali saya mengunjunginya sekedar untuk cek tensi dan nimbang bobot. Pada awalnya, saya tidak terlalu memperhatikan masalah ini, tapi lama-lama saya berpikir juga. Masalahnya, apa yang dipantangkan itu adalah makanan sehari-hari saya. Awalnya saya pikir tidak ada hubungan antara golongan darah dengan apa yang boleh dan tidak boleh kita asup. Saya rasa apa yang selama ini menjadi pantangan umum saja yang memang harus kita hindari, setidaknya kita minimalkan dalam pengonsumsiannya. Jangan terlalu banyak makan daging kambing, karena bikin darah tinggi; jangan kebanyakan makan jeroan, karena banyak lemaknya (betul kan??); jangan makan daging B2, itu jelas-jelas haram; jangan kebanyakan makan jengkol, karena kenyamanan umum bisa terancam. Saya pikir dengan melaksanakan kaidah-kaidah yang baru saja saya sebutkan di atas sudah cukup.  Ternyata tidak, masih ada satu lagi yang harus kita perhatikan: apa sih golongan darah kita. Kemarin waktu iseng-iseng mengunjungi toko buku diskon, akhirnya saya bulatkan tekad membeli satu buku yang bertutur tentang hidup sehat berdasarkan golongan darah. Bukunya kecil, tipis, cocok buat dibaca sambil menunggu antrian teller pas lagi pergi ke bank. Buku saya dapat, seselesainya saya khatamkan nanti akan coba saya sarikan. 

Daripade Mlongo...


Daripada Linglung, Bengong, Bingung,..
nikmat waktu luang yg masi menaungi kita saat ini jangan sampai lewat begitu saja..
salah satu pesan guru jaman SD dulu, bahwa dengan menulis paling tidak memori tentang apa yang kita pelajari, apa yang sudah kita baca..tak hanya itu, menulis mengajarkan kita untuk lebih bertanggungjawab, karena dalam menulis tidak boleh sembarangan asal tulis..selain juga menambah daftar kekayaan perbendaharaan kita…jadi mari menulis